Kabupaten Pasaman Barat, liputanviral.space.com — Kerapatan Adat Nagari (KAN) Lingkuang Aua berada di ambang krisis legitimasi serius. Lembaga adat yang seharusnya sakral dan dijaga marwahnya kini diduga direbut secara paksa melalui klaim sepihak, setelah Doni Septiawan, S.H. mengaku sebagai Ketua KAN dan membentuk struktur pengurus tanpa dasar adat dan tanpa mekanisme sah.
Fakta yang dihimpun menunjukkan satu hal krusial: Ketua KAN Lingkuang Aua yang sah masih dijabat oleh Uyun Dt. Manindiang Alam Tidak pernah ada musyawarah ninik mamak, tidak ada keputusan adat, dan tidak ada legitimasi kolektif yang mencabut kepemimpinan tersebut. Namun anehnya, sebuah struktur “pengurus KAN baru” justru muncul ke publik seolah sah.
Situasi ini memunculkan satu dugaan keras: terjadi upaya kudeta lembaga adat dari dalam, berkedok administrasi dan klaim jabatan.
Pengurus Dibentuk Diam-Diam, Adat Dilangkahi Terang-Terangan
Sumber-sumber adat menyebut pembentukan pengurus versi Doni dilakukan secara tertutup, tanpa mufakat ninik mamak, dan tanpa sepengetahuan Ketua KAN yang sah. Langkah tersebut bukan hanya melanggar adat, tetapi dinilai sebagai pelecehan terbuka terhadap sistem kepemimpinan adat Minangkabau.
Ketua Firma Hukum Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI), Joel Barus Simbolon, menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pembangkangan serius terhadap hukum adat dan hukum negara.
“Ini bukan kesalahan prosedur. Ini dugaan perampasan kewenangan adat secara sadar. KAN bukan papan nama kosong yang bisa diambil alih sesuka hati,” tegas Joel.
Ancaman Pidana Mengintai
Menurut KCBI, klaim jabatan tanpa legitimasi adat serta penggunaan dokumen, surat, atau stempel KAN berpotensi masuk ke wilayah pidana, khususnya jika mengandung keterangan tidak benar.
“Jika ada dokumen yang dipakai untuk menguatkan klaim palsu, maka unsur pidana sangat terbuka. Kami tidak akan ragu membawa perkara ini ke ranah hukum,” ujar Joel.
KCBI menegaskan bahwa tindakan tersebut juga memenuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum, karena menimbulkan kekacauan, konflik horizontal, dan merugikan masyarakat adat Lingkuang Aua secara langsung.
Somasi Keras, Ultimatum Terbuka
Melalui somasi resmi, KCBI memberi ultimatum 1x24 jam kepada Doni Septiawan untuk:
- Menghentikan seluruh klaim sebagai Ketua dan Pengurus KAN;
- Membatalkan seluruh struktur dan keputusan yang dibentuk;
- Tidak lagi menggunakan nama, simbol, atau atribut KAN;
- Menyampaikan klarifikasi terbuka kepada masyarakat adat.
Jika ultimatum ini diabaikan, KCBI memastikan langkah hukum pidana, gugatan perdata, serta pelaporan ke pemerintah daerah, lembaga adat, dan aparat penegak hukum akan segera ditempuh.
Negara Diuji: Diam atau Bertindak
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah dan institusi adat. Publik kini mempertanyakan: apakah negara akan membiarkan lembaga adat direbut melalui klaim sepihak, atau bertindak tegas menjaga legitimasi adat?
“Adat tidak bisa dikudeta. Jika ini dibiarkan, maka siapa pun bisa mengklaim KAN, tanah ulayat, dan kewenangan adat sesuka hati. Ini preseden berbahaya,” tutup Joel Barus Simbolon.
Hingga berita ini diturunkan, Doni Septiawan, S.H. belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab sesuai prinsip jurnalistik.(red)
